parizz

parizz

Sabtu, 24 Maret 2012

cerpen III

Hidup Baru

Berawal dari sebuah pertemuan tak terduga di sebuah halte bus.
Hari itu cuaca benar-benar panas, tak seperti biasanya butir-butir keringat mulai membasahi kening Bian yang sedari tadi menanti bus jurusan Jakarta-bogor. Ia semakin beram karena bis yang ditunggunya tak kunjung dating sementara suasana dalam halte semakin pengap akan kerumunan orang . Ditambah lagi pedagang asongan yang berteriak-teriak menawarkan dagangannya juga segerombolan ABG anak SMP yang duduk di samping kiri Bian bergurau membicarakan hal-hal tidak penting  dengan gaya alay yang membuatnya semakin jengekel.
“permenn..permenn!! tissue…! Rokokkk.!!”
“wuahaaa..ha… yah pokoknya loe, gue end..zzzzzzzzz”
“gila yah nih halte udah kayak pasar deh, berisik bangettt!!! Mana panasnya gak kira-kira , bisa diem gak sihhh???”. Gerutu Bian yang jengkel pada segerombolan ABG tadi.
Seketika anak-anak SMP itu terdiam menatap Bian yang wajahnya mulai memerah dan matanya melotot seperti hampir keluar .
Bian yang kesal kemudian beranjak pergi  dan menjauh, mencari  tempat yang lebih nyaman . Di pojok halte ada tempat kosong  di sampingnya duduk seorang pemuda bertopi hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Tanpa piker panjang lagi Bian langsung mendududki tempat  kosong itu
Tanpa ia sadari pemuda bertopi si sampingnya memperhatikan Bian yang kelihatan kesal dan gelisah.
“kanapa? Kok kelihatannya jengkel banget?” Tanya pemuda itu
“e, iya . abisnya, panas banget cuacanya.” Jawab Bian Spontan
“kamu nunggu bus ke Bogor juga?”
“iya nih, kok gak datanga datang yah??”
“oh , sama dong! Aku juga dari tadi nunggu bus itu”
“oh ya, kenalkan aku Raffi.” Lanjut pemuda itu
Bian terkejut dan seketika membelokkan wajah kea rah pemuda itu
“a  aku Bian,!! Bianca.” Jawab Bian dengan salah tingkah
“ohh Bian, salam kenal yah.” Kata Raffi ketika  menjabat tangan Bian sembari membuka topi hitamnya  yang menutupi hampor sebagian wajahnya.
Bian terperangah melihat wajah pemuda itu yahg mengembangkan senyuman begitu manis di bibirnya. Membuat Bian tersipu malu dan terdiam merasakan denyut nadinya nberdegub tak menentu.
“nah itu dia, busnya sudah dating.” Kata Raffi membuyarkan semua lamunan Bian
“oh iya, ayo kita naik!!” jawab Bian yang baru tersadar dari lamunannya dan segera beranjak menaiki bus.
Tatapan mata Raffi, pemuda misterius yang sering ia temui di halte bus itu menggambarkan ketenangan jiwa  dan senyuman yang mengembang di bibirnya membut Bian selalu terbayang-bayang dan bila Bian mencoba mengingat-ingatnya, ia kaan gtersenyum-senyum sendiri  bahkan tertawa-tawa sendiri  seperti orang gila. Penampilannya yang rapi dengan gitar klasik yang selalu dibawa pemuda itu di punggungnya, aneh memang, tapi menurut Bian pemusa misterius itu unik, lucu dan keanehannya membuat Bian selalu teringat.

Pagi menjelang, matahari mulai menampakkan sinarnya , sementara Bian masih terbuai  mimpi indah di ballik selimut hangatnya.
“ndokk. Ndokk, bangun! Udah siang…’
“iya Omah, bentar lagi… “ jawab Bian belum sadar
“Lho kamu nati ketinggalan bus gimana?? Ayo cepet bangun!!!” bentak  Omah
“iya… iya..”
Dengan terpaksa ia terbangun , matanya sembab karena tidur kemalaman dan bibirnya sedikit membengkak , ia kemusian menanggalkan slimut hangatnya dengan berat hati . ia berusaha menyadarkan diri bahwa kehidupannya kini tak lagi seperti dulu. Kini roda kehidupan telah mebawanya ke satu  posisi paling dasar . Ia sadar orang tua kandung yang dulu memanjakannya denagn segala  fasilitas kini telah tiada. Rumah mewah, mobil Pribadi,  supir, kasur empuk,  semuanya sudah hilang.  Dan kini yang ada di hadapannya hanya kamar sempit tanpa AC  dan kasur empuk. BIan masih sering sekali belum bisa menerima kenyataan ini. Berat memenag, Dallam waktu sesingkat itu ia harus kehilangan orang tua kandung, yang paling menyayanginya di dunia ini juga semua harta yang ia miliki.
“waaaaaaaaaah…” jerit Bian . ia menangis meluapkan kesedihannya  hamper setiap pagi di depan kaca riasnya dan menatap wajah lusuhnya ketika menangis.
“come on Biann!!!  Waktu gak akan berhenti melihat kamu  kayak gini, ayo move on.. move on!!”
Bian berusaha dan berusaha membuat dirinya bangkit , tapi itu tak semudah membalikkan telapak tangan karena sejak kecil Bian terbiasa dimanjakan, dilayani segala kebutuhannya dan membanggakan segala apa yang dimilikinya. Mungkin inilah yang dinamakan karma, Tak disangka Tuhan merubah semua kehidupan seorang Bianca dalam*sesaat . kala itu kebakaran melanda  tempat tinggalnya, hingga semua miliknya hangus terbakar api. Bian selamat meski kedua orang tuanya ak dapat diselamatkan lagi. Sejak itulah Bian kehilangan  segalanya. Hidupnya terasa hancur lebur, akhirnya Bian hidup bersama keluarga Tante Mona sahabat almarhum ibunya. Walaupun kehidupannya berubah 180 derajat dari kehidupan lamanya.

Kejadian itu membuatnya depresi berat. Ia menjadi pendiam dan tak banyak bicara, ia juga kehilangan semangat hidup dan merasa tank berarti lagi.
“ohhh..!! kasihan, puteri Bianca rambutnya sampai berantakan gitu yah naik bus ekonomi.”
Sindir Gloria, teman sebangkunya yang sedari dulu benci pada kecongkakan Bian
“gak usah comment deh,  dasar Glorila!” balas Bian beram

Saat itulah karma membuatnya sadar akan kehidupan tak selamanya sama, hidup ini berputar. Kecongkakannya dulu membuat teman-temannya  jengkel  , dan kini ketika Bian tak punya  apa-apa lagi untuk dibanggakan . semua orang menjauhinya, bian dikucilkan dan tidak diterima lagi oleh mereka.

Pulang sekolah ia tak mampu lagi membendung rasa sedihnya,  dalam Bus ia memilih tempat di pojokan. Dan disanalah air matanya membanjir tak terkendali
“kenapa?? Kenapa hidupku jadi seperti ini Tuhan..”
Batinnya menjerit  menahan rasa marahnya pada teman-temannya, kala itu Biaan merasa benar-benar sendiri tak ada seorangpun yang menyayangi dan peduli akan keadaannya .
“Bian…?” sapa seseorang yang tiba-tiba duduk disampingnya
“kamu? Raffi..” terkaget
“please aku lagi ingin sendiri  sekarang.”
“so apa aku harus pergi? Bukan gini caranya menghilangkan kesedihan , sobat.”
“apa peduli kamu?”
“ aku peduli, karena aku tahu kamu pasti punya masalah yang berat sampai nangis kayak gini.”
“udahlah ini bukan urusan kamu.”
“gak, gak.. pokoknya kamu harus cerita, sekarang kamu ikut aku!!” paksa raffi

Raffi menggandeng tangannya dan menariknya turun dari bus. Ia membawa Bian pada satu tempat  yang begitu sepi diaman hanya ada pepohona dan suara  gemericik air danau dihadapannya.
“disini, biasanya aku meluapkan kesedihan aku sering kesini kalau aku marah dan bosan sama hidup yang kujalani.” Kata Raffi
“wuahhhhhhhhh” Bian berteriak sekuat tenaga meluapkan kesedihannya
“iya, teriaklah sepuas kamu kalau kamu merasa  bisa sedikit lega . gak akan ada yang dengar suara kamu disini.”

“aku.. aku  gak mau hidup lagi..”
“ kamu ngomong apa Bian?, aku gak tahu seberapa besar masalah yang menimpa kamu tapi coba buka mata dan lihatlah sekeliling kamu! Banyak orang di dunia ini memperjuangkan hidupnya dengan segala upaya. Karna hidup itu mahal, dan kamu? Kenapa harus membenci hidup jika kamu bisa membuatnya lebih berarti.”
“please come on” lanjut Raffi
Bian kehabisan kata-kata , ia terkejut, terpaku mendengar kata-kata bijak yang keluar dari mulut seorang laki-laki yang baru dikenalnya itu.  Ia sadar hidupnya masih panjang dan tidak harus berakhir disini hanya karena cobaan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar