parizz

parizz

Sabtu, 24 Maret 2012

cerpen

ohh mama!!!

Dilema, sebuah kata yang mampu menggambarkan betapa tak menentu  suasana hati Vivi kala itu. Rasa berdosa dan rasa puas silih berganti menguasai batinnya, rasa puas karena telah mendapatkan uang senilai  Rp 500.000 membuatnya tersenyum, menerawang lalu membayangkan betapa kerennya bila ia memiliki hanphone merek terkenal  yang selama ini ia idam-idamkan. Lalu terlintas dalam benaknya tatapan iri  dari teman-temannya yang selama ini menganggapnya berpenanpilan kampungan dan serba kekurangan.
Entah apa yang membuatnya sampai hati nekat mengambil uang mama ros secara diam-diam hanya karena keinginannya untuk memiliki handphone seperti teman-teman lainnya  sudah tak mampu lagi ia bendung, membeludak dalam otaknya dan akhirnya membutakan hati nuraninya.
“dengan uang ini, aku bisa membeli handphone seperti milik Luna dan Sarah. Siapa bilang seorang Vivi gak bisa bergaya kaya mereka!” batin Vivi.
Sepintas terbayang pula dalam benak Vivi bagaimana sikap Sarah jika melihat penampilannya yang lain dari biasanya ketika menggunakan handphone  mahal itu, mungkin Sarah akan berdecak kagum dan memuji-muji dirinya atau justru sebaliknya, mungkin Sarah akan memandang sinis vivi dan mengatakan
“bagaimana bisa seorang Vivi, anak tukang jahit bisa beli Hp semahal itu? “
“Tahu rasa kau” . gumam vivi dalam hati kecilnya.
“jangan kau kira aku gak mampu beli barang mahal”
Perasaannya melambung begitu tinggi hingga Rasa congkak itu tiba-tiba  menguasai hatinya.
 Tapi seketika menyeruak rasa berdosa dalam hatinya, menerjang, membeludak bagai bom atom yang siap meledak. Rasa puas itu memudar begitu saja , sama seperti ketika ia mengambil uang itu..
“ohh tidakk, bagaimana kamu bisa sekejam ini? Mencuri hasil jerih payanh mama menjahit hanya untuk membeli sebuah handphone model baru yang canggih, trendy, dan harganya selangit itu. Dan yang paling konyol semua ini aku lakukan hanya untuk sekedar membuat teman-temanku berdecak kagum atas apa yang aku punya. Lagi pula siapa yang akan percaya kalau seorang Vivi yang mamanya hanya seorang penjahit kecil-kecilan dan papanya sudah tiada, mampu mebeli handphone semahal itu.

Tentu teman-temanku akan menyangka bahwa handphone ini bukan merek yang aslinya alias bajakan, atau mungkin mereka akan menuduhku mencuri handphone orang lain, atau bahkan mengira bahwa handphone ini adalah barang temuan. Semua perasaan itu terbayang-bayang begitu mengerikan, seketika terlintas pandangan iri Sarah disertai ejekan yang keluar dari mulut bingasnya.
“wiisssssh,!! Keren banget Vi, kamu banyak duit deh , sampai bisa beli handphone semahal itu. Tapi omong-omong itu bukan barang hasil mencuri kan? Atau mungkin kamu nemu di jalan?”
Ahh!! Vivi menghela nafas dalam-dalam . perasaan bimbang menggelayuti hatinya, di satu sisi batinnya begitu menginginkan handphone itu . namun di sisi batin lainnya perasaan bersalah memaksanya mengembalikan uang itu kembali ke tempat semula secara diam-diam seperti saat ia mengambilnya.

Sejenak hati Vivi terombang ambing oleh dua pilihan yang begitu membingungkan dan menyulitkan. Bagaimana bila mama bertanya penuh selidik
“dari mana Vivi punya uang untuk membeli handphone semahal itu?”
Ah itu hal mudah, apa salahnya kalau aku menjawab bahwa uang sebanyak itu dari hasil tabunganku selama ini. Gampang kan? Aku berhak mempunya handphone mahal yang bisa buat internetang, chatting , foto-foto, smsan, telfon-telfonan dan lain sebagainya. Bukan Cuma mereka mereka saja seperti  Sarah dan Luna yang selalu menyombongkan diri dengan semua barang yang mereka miliki . aku ini kan juga remaja, sama seperti mereka yang sedang suka-sukanya bergaya, aku ingin jadi pusat perhatian teman-teman lainnya biar dianggap tidak kampungan.
Tapi haruskah untuk mendapatkan semua itu aku harus tega mengambil uang mamaku sendiri?. Dan haruskah aku bergaya-gaya sementara hatiku tidak akan merasa tenang dan tersiksa karena terus menerus dihantui oleh perasaan bersalah.
Ahh!! Betapa lelahnya ia memikirkan hal serunit itu hingga tanpa ia sadari matanya perlahan-lahan tertutup dan akhirnya ia hanyut dalam buaian mimpi denagan pulasnya, sampai-sampai ia lupa akan sesuatu yang sudah terbiasa ia lakukan sebelu tidur “berdo’a”.

***
Pagi-pagi sekali  kira-kira pukul setengah lima Vivi terbangunkan oleh suara rebut yang membuyarkan semua mimpi-mimpiindahnya. Tidak lain adalah suara perdebatan antara mama dan tante mumun
“salah mbak sendiri kenapa menyimpan uang sembarangan, sekarang kalau sudah begini, kita mau cari kemana lagi. Bagaimana kalau ada pencuri yang masuk rumah kita?” kata tante Mumun.
Vivi segera bangun dan duduk di pinggir ranjangnya, seraya mengucek-ngucek  matanya, lalu dengan serius ia mulai menguping percakapan nantara mama dan tentenya itu
“aku gak sembarangan menyimpan uang, seingatku aku menyimpannya di lemari pakaian.”
Tiba-tba badan Vivi gemetar menahan gejolak perasaannya yang berfikir bahwa sesaat lagi perbuatan nya akan ketahuan.
“kemarin ak lihat masih ada, sejak itu aku gak periksa lagi. Baru tadi pagi aka periksa, eh uangnya sudah tidak ada??”
Terdengar samar-samar suara isak tangis mama diantara perbincangan itu.Vivi yang merasa tidak bisa mendengar dengan jelas langsung berlari mendekati pintu dan mengintip pembicaraan mereka.
“padahal uang itu mau akau tabung untuk biaya sekolah Vivi nanti selulus SMA Mun, aku ingin dia melanjutkan kuliah setinggi-tingginya biar gak susah cari uang seperti aku, itu harapan akau satu-satunya.”
“ya udah yang sabar ya mbak, mungkin ini cobaan dari Allah buat mbak.”
“iya, kalu memang sudah hilang aku sudah ikhlas, tapi aku bingung bagaimana aku bisa cari uang sebanyak itu lagi? Vivi kan sudah mau lulus Mun…”
Vivi tercengang mendengar kata-kata mama saat itu, betapa ia merasa menjadi anak paling durhaka  di dunia ini. Ia lemas tak berdaya dan menjatuhkan dirinya di bawah pintu, tanpa terasa air matanya menbeludak, membanjir tak terkira. Saat itulah vivi sadar bahwa hanya karena gengsi nuraninya bisa tertutup hingga berbuat senekat itu, ia sadar ternyata ia hanyalah seorang gadis dari keluarga miskin , tak semestinya ia bergaya seperti halnya Luna ataupun Sarah.
“ohh Tuhan, kenapa  aku bisa sejahat ini?”
Sejuta rasa haru memenuhi seluruh ruang batin Vivi. selama ini aku belum menyadari ketulusan hati mama, sebaliknya, aku menganggap mama pelit dan jarang memenuhi permintaan anaknya. Satu per satu terlintas dlam benak Vivi segala kebaikan , ketulusan, dan jerih payah mama untuk meanjakan anak semata wahyangnya itu. Ketika ingat bagaimana mama rela menjual kalung emas peninggalan alamarhum papa satu-satunya hanya untuk melunasi tunggakan SPP sekolah Vivi selama 4 bulan. Sering sekali mama bekerja hingga larut malam bahkan sampai menjelang pagi, hanya untuk menyelesaikan jahitannya dengan harapan agar ngkos jahitannya kan segera diterima untuk uang saku Vivi
Dalam kesadaran penuh ia tahu yang harus dilakukannya saat itu adalah bersimpuh memohon maaf kepada sang mama. Dengan terisak-isak  Vivi berlari dan langsung bersimpuh dihadapan mama
“ma, hukum Vvivi ma!! Pukul nakamu ini, aku lah yang sudah mencuri uang mama.”
 tangis Vivi meledak setelah ia mengungkapkan semua perbuatannya , vivi memilih berterus terang dan mengembalikan semua uang mamanya .
“ gak Vi, mama gak akan hukum ataupun memukul kamu, asalkan kamu mau menjelaskan untuk apa kamu sampai senekat ini mencuri uang mama?”
Sejenak Vivi menerawang jauh wajah mama dan berusaha  mencari raut marah pada wajah itu , tapi tak sedikitpun ia menemukannya.
“Vivi malu mengatakannya ma..” ucap Vivi
“kenapa harus malu? Aku ini mama kamu Vi, mama tahu mama gak bisa memenuhi segala yang kamu minta. Tapi kamu berhak punya keinginan nak, nah sekarang katakanlah! “ bujuk mama sambil menerawang jauh mata Vivi sembari mencari jawaban atas segala perbuatannya.
“Vivi ingin punya handphone seperti teman-teman yang lainnya ma.!”
“ jadi, kamu nekat mengambil uang mama untuk membeli handphone nak? Kalau begitu mama akan menjual gelang mama ini untuk membelikanmu handpone!” jawab mama smbari memegangi gelangnya itu.
“gak ma, mama gak boleh jual gelang itu!! Aku gak mau lagi punya handphone,  lagian aku juga sudah tahu kalau uang itu anatinya juga untuk biaya sekolahku kan?”
“iya, apa kamu masih ingat pesan almarhum papamu dulu Vi,?” Tanya mama
“  papa mamamu ini Cuma orang miskin Vi, gak akan selalu bisa memenuhi setiap  keinginan kamu.!  Nah , mulai sekarang kalau kamu menginginkan sesuatu. Mintalah sama Tuhan! Dia punya segalanya, dan gak ada yang gak mungkin jika sudah kehendaknya nak.” Kata almarhum papa sewaktu masih hidup dulu
“ Vivi menyesal pa, ma, vivi janji gak akan  minta sesuatu yang macem-mecem lagi sama mama.! Maafkan anakmu yang tak tahu diri ini ma!”
“iya Vi, mama sudah maafin kamu kok.” Jawab mama dengan senyuman mengembang di bibirnya
Dan akhirnya semua berakhir  tanpa air mata…

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar